Rabu, 30 April 2014

KISAH KU DI SUMATERA UTARA


Saya mewakili sanggar Astari bersama perwakilan sanggar-sanggar yang ada di Pangkalpinang lainnya serta Kepala Dinas Pariwisata Pangkalpinang, pada tanggal 13 April 2014 kami pergi ke Sumatra Utara yang mana untuk melaksanakan undangan untuk acara ulang tahun Kota Medan, yang dilaksanakan pada tanggal 14 April 2014. Perayaan yang kami tampilkan yaitu sebuah tarian dari Kepulauan Bangka Belitung. Tarian yang kami tampilkan ada 5 tarian yaitu tari pinang sebelas, tari rampak gendang, tari dambus, tari grietmalay dan tari campak.
Tarian yang kami tampilkan hanya berdurasi 2 jam, yang mana disela penggantian kostum ditutup dengan materi nyanyian asal daerah Bangka Belitung. Salah satunya yaitu lagu Kote Lame dan lagu Dambus. Penari berjumlah 8 orang dan dilatih untuk mengatur nafas dengan waktu istirahat yang terbatas.

Bus adalah kendaraan yang kami gunakan untuk ketempat pementasan serta untuk jalan-jalan. Keesokan harinya sesudah mengikuti acara ulang tahun Kota Medan, kami pergi jalan-jalan ke Danau Toba, kurang lebih waktu yang ditempuh adalah 4 jam. Tak lupa pula disela pemandangan yang indah, kami berfoto-foto untuk menikmati keindahan yang ada disana. Kami menyebrangi danau toba menggunakan kapal kecil untuk singgah ke samosir, namun sebelum ke samosir, kami melihat batu gantung yang ukurannya sangat besar dan tinggi serta menyimpan legenda yang menyedihkan.

 
Danau Toba
Cerita singkatnya yaitu ada seorang perempuan yang bernama Seruni memiliki peliharaan berupa anjing yang diberi nama si Toki, Seruni banyak menghabiskan waktunya di ladang bersama anjing kesayangannya. Suatu ketika Seruni akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan sepupunya sendiri, namun Seruni tidak mau, dikarenakan dia telah memiliki calon pasangan hidupnya. Karena masalah tersebut, Seruni sering melamun, dan si Toki mengerti dengan keadaan majikannya, dan sengaja si Toki menggonggong untuk mengalih perhatian si Seruni kepada si Toki tersebut. Dengan deraian air mata si Seruni perlahan menuju tepi danau toba dan tak sngaja pula Seruni terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa - apa kecuali terus - menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.
Seruni semakin berputus asa, dia sering menyebutkan kata “parapat”. Warga disekitar tak sengaja mendengar perkataan Seruni, tak lama dari itu terjadi gempa kecil dan akhirnya Seruni berubah menjadi batu yang bergantung dan herannya si Toki juga berubah menjadi batu. Karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara.
 
Batu Gantung
Setelah jalan-jalan ke batu gantung kami melanjutkan perjalannan ke Pulau Samosir. Pulau Samosir menyimpan banyak sejarah, kata samosir berasal dari samo yang artinya samar-samar dan sir yang artinya suka. Sehingga arti dari samosir adalah samar-samar suka. Sesampainya di samosir, kunjungan pertama kami adalah patung sigale-gale, yang mana dibalik sebuah patung tersebut terdapat legenda yang menyedihkan.
Dahulu kala ada seorang Raja yang sangat bijaksana yang tinggal di wilayah Toba. Raja ini hanya memiliki seorang anak, namanya Manggale. Pada zaman tersebut masih sering terjadi peperangan antar satu kerajaan ke kerajaan lain.
Raja ini menyuruh anaknya untuk ikut berperang melawan musuh yang datang menyerang wilayah mereka. Pada saat peperangan tersebut anak Raja yang semata wayang tewas pada saat pertempuran tersebut.
Sang Raja sangat terpukul hatinya mengingat anak satu-satunya sudah tiada, lalu Raja jatuh sakit. Melihat situasi sang Raja yang semakin hari semakin kritis , penasehat kerajaan memanggil orang pintar untuk mengobati penyakit sang Raja, dari beberapa orang pintar (tabib) yang dipanggil mengatakan bahwa sang Raja sakit oleh karena kerinduannya kepada anaknya yang sudah meninggal. Sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan agar dipahat sebuah kayu menjadi sebuah patung yang menyerupai wajah Manggale, dan saran dari tabib inipun dilaksanakan di sebuah hutan.
Ketika Patung ini telah selesai, Penasehat kerajaan mengadakan satu upacara untuk pengangkatan Patung Manggale ke istana kerajaan. Sang tabib mengadakan upacara ritual, meniup Sordam dan memanggil roh anak sang Raja untuk dimasukkan ke patung tersebut. Patung ini diangkut dari sebuah pondok di hutan dan diiringi dengan suara Sordam dan Gondang Sabangunan.
Setelah rombongan ini tiba di istana kerajaan , Sang Raja tiba-tiba pulih dari penyakit karena sang Raja melihat bahwa patung tersebut persis seperti wajah anaknya.
Inilah asal mula dari patung Sigale-gale (Patung putra seorang Raja yang bernama Manggale).
Patung Sigale-gale ditaruh di sebuah pondok kecil yang berada di hutan. Dan apabila sang Raja rindu terhadap anaknya yang telah tiada, maka kerajaan akan mengadakan upacara ritual untuk mengangkat patung Sigale-gale dari pondok di hutan ke istana kerajaan.
Kami menari-nari bersama patung sigale-gale dengan menggunakan kain ulos.. :)

Patung Sigale-gale


dokumentasi: 


Tim Kesenian
Setelah Tari Campak
Sebelum Tari Gritmalay   
 
Patung Sigale-gale
Sebelum Tari Dambus



Sebelum Tari Pinang Sebelas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar