Fenomena mengapa suatu negara dapat
memenangkan persaingan sedangkan negara lain tidak, merupakan pertanyaan terus
yang mengemuka sepanjang sejarah pembangunan dan perdagangan internasional.
Banyak pendapat yang diajukan oleh pakar terutama dalam bidang ekonomi dan
bisnis internasional, tetapi tidak satupun yang mampu menjelaskan kemampuan
daya saing suatu negara secara komprehensif.
Negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, bahkan Malaysia dan Thailand yang
secara tradisional menguasai agribisnis internasional, dimasa yang akan datang
akan menguasai sektor agroindustri, walaupun disatu sisi akan menghadapi
permasalahan yakni kesulitan untuk mengembangkan agribisnis, karena kesulitan
dalam hal lahan pertanian. Berbeda dengan masa sebelumnya, dewasa ini dan masa
yang akan datang, preferensi konsumen produk agribisnis yang kita hadapi sangat
berbeda dan sedang mengalami perubahaan secara fundamental.
Negara-negara
maju, dari masa yang lalu sudah melihat bagaimana potensi pertanian dalam
perekonomian mereka. Keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan
mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu sampai
hilir, dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen.
Artinya, pendayagunaan keunggulan sisi penawaran ditujukan untuk memenuhi
keinginan konsumen. Kemampuan untuk menyediakan produk yang berkembang, sangat
menentukan keunggulan bersaing di pasar internasional. Negara-negara
agribisnis, seperti Australia dan selandia Baru, mampu bersaing di pasar
interansional disebabkan kemampuan negara tersebut dalam menjual apa yang
diinginkan konsumen bukan menjual apa yang dihasilkan.
Sejarah
perekonomian dunia sebenarnya telah memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa
tidak ada negara besar di dunia ini yang kuat tanpa di dukung oleh pertanian
yang tangguh. Kenyataaan menunjukkan bahwasanya negara-negara di Eropa Timur
dan Uni Soviet pada akhirya harus menerima terjadinya disintegrasi karena
lemahnya daya dukung sektor pertanian, negara-negara di kawasan afrika juga
mengalami kesulitan dalam membangun bangsanya, hanya karena sektor pertanian
tidak dapat mendukung ketahanan pangan sebagai landasan pembangunan.
Bagi
Indonesia, dimana sumberdaya alam merupakan keunggulan komparatifnya, maka
sudah sepantasnya jika pembangunan nasional didasarkan pada pengelolaan
sumberdaya alam tersebut. Pertanian merupakan salah satu sumberdaya alam dimana
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, disamping itu bagian terbesar
penduduk Indonesia juga hidup dan bermata pencaharian di sektor tersebut,
fenomena kemiskinan juga banyak terjadi di sektor pertanian. Dengan demikian
apabila sektor pertanian dijadikan landasan bagi pembangunan nasional dimana
sektor-sektor lain menunjang sepenuhnya, sebagian besar masalah yang dihadapi
oleh masyarakat akan dapat terpecahkan.
Disamping
itu orientasi pembangunan pertanian juga perlu disesuaikan dengan perkembangan
yang terjadi, apabila pada waktu yang lalu lebih banyak berorientsai pada
pengembangan komoditas, maka kini harus lebih berorientasi pada petani. Namun
demikian harus sepenuhnyadi sadari bahwa dalam menyusun kebijaksanaan
pembangunan pertanian hanya memperhatikan potensi sumberdaya alam dan
kepentingan produsen semata-mata, melainkan juga pengaruh dari perdagangan
dunia dan kebijaksanaan pembangunan pertanian di negara mitra dagang.
Pandangan
dari Partai Politik juga tidak jauh berbeda dengan pandangan dari pemerintah
maupun para pengamat ekonomi, Imam Churmen (1999) dari PKB menyatakan bahwa
diperlukan komitmen dari semua pihak untuk menempatkan sektor pertanian sebagai
sektor prioritas pembangunan yang dicerminkan dalam anggaran pemerintah.
Sebagai
contoh kasus bagaimana pembangunan pertanian dan kebijakannya di Negara Maju,
dapat kita perhatikan dalam negara Amerika serikat berikut. Sejak tahun
2002, pemerintah AS memberikan subsidi sebesar US $ 19 milliar per tahun kepada
petaninya, atau sekitar dua kali dari dana yang dicadangkan untuk bantuan
interansionalnya. Dalam hal beras, misalnya AS telah mencadangkan sekitar US$
100 ribu subsidi per petani yang diberikan kepada siapapun yang mau mengganti
tanamannya dengan padi. Negara bagian di pantai barat seperti California
dan Washington, dan negara bagian di tenggara seperti Lousiana, South dan North
Carolina memang sedang antusias mengembangkan agribisnis padi sawah. Target
besar untuk menjadi produsen nomor dua beras dunia, dapat menjadi kenyataan,
terutama ketika perundingan dan persaingan tingkat dunia dengan negara-negara
Eropa Barat dalam hal gandum sering mengalami kendala besar.
Sumber:
Modul Kuliah Pengantar Pertanian
Terpadu Oleh DR. Ir Suyanti Kasimin, M.Si (Dosen Prestasi Prodi
Agribisnis Pertanian Unsyiah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar